Nasi Merah
Nasi merah, dari namanya terkesan biasa saja. Di kepala saya yang terbayang adalah nasi merah yang tawar dan bertekstur keras. Tetapi, teman-teman yang jalan-jalan bareng saya ke Gunungkidul mempromosikan bahwa kalau ke Gunungkidul wajib hukumnya singgah makan nasi merah. Rasanya berbeda!Kami pun mampir makan ke Jalan Wonosari Gunungkidul. Di sepanjang jalan tersebut ada beberapa rumah makan, biasanya nasi merah ada dalam menu dan disajikan bersama tumis daun pepaya, sayur santan lombok ijo, dan sepotong tempe. Sayur ini terkenal dengan julukan ‘sayur ndeso’.
Untuk lauknya, tersedia ayam goreng, bacem daging, jerohan sapi, bacem tahu tempe, ikan wader goreng, dan belalang goreng. Nah, inilah menu santapan siang ala Gunungkidul.
Warung yang terkenal menyajikan nasi merah paling enak adalah Pari Gogo di Desa Jirak, Jakan Wonosari-Semanu. Warung sederhana berdinding bilik bambu tersebut punya balai-balai bambu untuk makan sambil lesehan. Suasana makan jadi lebih akrab, apalagi pemandangannya alam pedesaan.
Menu nasi merah pilihan saya adalah sayur ndeso, tumis daun pepaya, dengan lauk ikan wader goreng dan belalang goreng. Benar kata teman-teman, nasi merahnya terasa pulen dan hangat. Enak disantap bareng sayur ndeso yang pedas dan gurih, yang membuat kalap pengen terus tambah nasi. Gak terasa, bakul berisi nasi merah pun habis tandas.
Tumis daun pepayanya tidak pahit, ikan wadernya juga gurih dan crispy. Hmm, makan siang yang lezat. Bahan makanan boleh sederhana, tapi cara masak yang serius bikin kuliner ini terasa juara.
Harga: Nasi merah Rp 20.000 per bakul, ikan wader Rp 15.000 per piring, sayur ndeso Rp 5.000 per piring, tumis daun pepaya Rp 5.000 per piring, teh poci Rp 3.000 per poci.
Belalang goreng
Di Gunungkidul, belalang merupakan lauk teman makan nasi dan biasa dijadikan camilan juga. Biasanya masyarakat setempat menjual belalang di pinggir-pinggir jalan, keadaannya sudah digoreng tetapi ada juga yang masih mentah.Kalau mau membeli dalam jumlah banyak, kamu bisa singgah di toko oleh-oleh. Inilah buah tangan unik dan cocok untuk dibawa pulang, sebab belalang goreng cuma ada di Gunungkidul.
Saat saya pertama makan belalang goreng di Gunungkidul, saya terdiam cukup lama. Saya merasa aneh makan belalang. Nah, buat beberapa orang, belalang goreng masuk kategori kuliner ekstrem karena tidak lazim.
Akhirnya, belalang goreng tadi berpindah ke piring teman saya. Saya menyerah, rasanya lebih berani menyusuri Gua Jomblang yang penuh petualangan daripada makan serangga yang satu ini.
Menurut penjualnya, belalang goreng berprotein tinggi. Jenis belalang yang dipilih juga tidak sembarangan, cuma belalang kayu yang cocok untuk disantap.
Harga: Belalang goreng Rp 35.000 per toples kecil.
Gatot dan tiwul
Singkong dan Gunungkidul punya hubungan demikian erat. Bahkan, ada suatu masa dimana masyarakat Gunungkidul menjadikan singkong sebagai makanan pokok.Sekarang, setelah nasi menggantikan makanan pokok mereka, makanan berbahan singkong seperti gatot dan tiwul tetap jadi klangenan alias makanan yang dirindukan. Dua makanan tersebut identik betul dengan Gunungkidul.
Di pasar-pasar tradisional gatot dan tiwul mudah ditemukan. Penjual yang terkenal dan siap kemas untuk oleh-oleh adalah Yu Tum. Ia punya toko di Jalan Pramuka, Wonosari.
Toko Yu Tum menjual banyak varian tiwul. Yakni tiwul rasa keju, pisang, coblong atau gula, nangka, cokelat, dan orisinil.
Adapun, yang berbeda dari tampilan keduanya yaitu gatot berwarna cokelat kehitaman dan tiwul berwarna coklat, berbentuk butiran yang dipadatkan, dan terasa manis. Dua-duanya lezat disantap dengan kelapa parut, bersama secangkir kopi. Pahit yang biasa menyertai olahan singkong tidak terasa sama sekali. Rupanya penduduk Gunungkidul jago mengolah singkong.
Harga: Tiwul Rp 15.000 per besek, gatot Rp 6.000 per besek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar